
Alat seharga 30 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 300 ribu ini menuai kecaman dari sejumlah kalangan pemuka ulama di sana, baru-baru ini. Sheik Sayed Askar, seorang anggota parlemen yang berasal dari organisasi Ikhwanul Muslimin mengatakan bahwa mengizinkan barang tersebut masuk akan mempermudah terjadinya perzinaan. "Ini sangat memalukan jika membiarkan barang tersebut masuk ke Mesir," ujarnya, seperti dikutip Associated Press.
Hal yang sama juga dikatakan Abdel Moati Bayoumi, salah satu ulama ternama di Mesir. Selain dari kalangan pemuka agama, impor alat ini juga ditentang masyarakat Mesir. Namun ada juga yang mendukung. Mereka yang mendukung alat ini dapat menjadi simbol perlawanan terhadap budaya Arab yang dianggap merugikan wanita.
Di Mesir, perdebatan tentang isu ini tidak hanya terkait agama, tetapi juga budaya. Budaya di Mesir menganggap wanita yang tidak menunjukkan tanda masih perawan, berupa darah pascahubungan suami istri pertama kali, maka sang istri dianggap tidak lagi perawan. Padahal, tidak semua wanita akan mengalami hal tersebut. Jika cap tak perawan muncul, tuduhan berzina bisa melayang. Dalam masyarakat Mesir yang sebagian besar rakyatnya Muslim, berzina adalah sebuah dosa besar dan menjadi aib.
Tak aneh jika meraka yang telah melakukan perzinaan akan berupaya menyembunyikan aibnya. Salah satunya adalah dengan alat pemalsu ini.
0 komentar:
Posting Komentar